“Prasasti itu sudah aus, jadi tulisannya sudah tidak bisa dibaca. Namun menurut keterangan Khazin dan Yasak, tokoh budaya lokal, sepuluh tahun lalu tulisan itu masih ada dan berupa tulisan arab gundul atau pego atau jawi, lalu di bawahnya ada tulisan huruf Jawa Kawi.”tutur Viddy merujuk keterangan tokoh budaya setempat.
“Separoh badan prasasti itu tertanam di dalam tanah. Tapi sepuluh tahun lalu ya masih tegak kokoh.” kata Yasak yang sehari-harinya merupakan jurukunci situs makam Dewi Sekardadu.
“Itu adalah prasasti peninggalan Syeh Subakir di zaman Kerajaan Kediri. Dia ditugasi oleh Raja Kediri untuk memberi tumbal tanah Jawa. Prasasti itu adalah tumbalnya !” kata Khazin yang membuka toko jamu “Stromina” bersama anaknya di salah satu toko di kompleks ruko dekat prasasti tersebut tergeletak.
“Keterangan Pak Khazin itu memang perlu dibuktikan, namun kalau merujuk adanya tulisan arab disamping huruf Jawa di prasasti tersebut, maka, bisa diduga bahwa Islam telah masuk Nusantara semenjak zaman Kediri, karena prasasti itu dari zaman Kediri, dan memang legenda Syeh Subakir adalah guru makrifat Raja-Raja Kediri,antara lain Prabu Joyoboyo yang terkenal.”analisis Viddy yang juga menulis novel, puisi dan sering diundang sebagai pembicara budaya di Singapura,Malaysia, Brunei, Thailand dan Kamboja. Novel serialnya “Pendekar Sendang Drajat” kini beredar di pasaran.
Analisis Viddy yang lain adalah, desa Gondang adalah desa kuno yang sudah eksis sejak zaman Airlangga, karena di desa tersebut ada situs prasasti zaman Kediri, juga ada situs kuburan tua di dekat prasasti “Syeh Subakir” tersebut tergeletak.
“Desa Gondang adalah situs desa Kuno, yakni jalur dari Giri menyusuri Kali Lamong ke arah barat menuju Mantup, lalu lewat desa Dumpi Agung terus ke barat menuju Gondang terus menuju jalan raya kuno Majapahit via Jombang-Babat/Bubat terus keTuban. Situs-situs di jalan raya itu sudah diteliti oleh DR.Nini Susanti, dosen UI ( Universitas Indonesia ), yang menyimpulkan bahwa di era akhir Kerajaan Airlangga, ibukotanya bergeser ke Lamongan, yakni di desa-desa sekitar Kali Lamong , antara lain Pamotan, Patakan, Garung, Ngimbang, Bluluk, Mada,Gondang dan sebagainya. Nama kerajaannya adalah Dahanapura dan Kahuripan.” urai Viddy lebih lanjut.
Viddy menyayangkan keteledoran pemerintah. “Seandainya tidak teledor, sepuluh tahun lalu ketika tulisan itu masih bisa dibaca,kan bisa menyewa ahli filologi ,antropolog dan ahli epigrafi, sehingga makna tulisan prasasti tersebut masih bisa dimengerti atau dianalisis maknanya.” sesal Viddy.
Viddy yang juga merupakan pengurus Yayasan Kertagama Jakarta akan berupaya agar Yayasan Kertagama menyetujui upaya merawat dan meneliti prasasti-prasasti yang terlantar di Nusantara. “Kalau pemerintah teledor, ya masyarakat yang harus bertindak agresif, jangan sama-sama teledor !” kata Viddy budayawan kelahiran Lamongan yang tahun ini diundang ke acara budaya di New Delhi India dan Bandar Sri Begawan,Brunei Darussalam.
1 Comments:
Berita yang ngawur sekali
Prasasti itu udah lama ada disana
Malahan udah terdaftar di BP3 Trowulan
Diketemukan apanya ??
Mau cari sensasi nih =)) =)) =)) =))
Post a Comment