"Terima kasih Mas Baskara. Untung Mas Bas yang menemukan. Tak ada yang kurang, kok. Sekali lagi terima kasih,” kata Lili girang dan langsung lega.
Lega dompetnya ketemu, juga bertemu Baskara.
Baskara dan Lili mensyukuri kebetulan seperti ini. Keduanya sama-sama ingin bertemu lagi sejak pertemuan pertama, tapi tak menyangka akan terjadi dalam sebuah kebetulan seperti ini. Namanya kebetulan selalu ada yang mengatur, yakni Tuhan. Orang Jawa bilang, ndilalah. Sebuah kebetulan yang diatur kekuatan Maha Mengatur. Kalau Tuhan mengatur kebetulan seperti ini, berarti ada makna dan maksudnya. Tapi, Baskara dan Lili tak tahu apa arti dari kebetulan atau ndilalah ini. "Ya sudah, bagaimana sekarang? Sebaiknya kita minum dulu di kafe itu, sambil menghilangkan sisa kepanikan kita. Toh masih sore,” Zaliany mencoba memecahkan keheningan, selain karena naluri Mak Comblang-nya tiba-tiba muncul.
Baskara dan Lili pun menurut saja. Dalam hati mereka sangat setuju dengan ide Zaliany tersebut. Mereka akhirnya melangkah, tanpa bicara sampai mendapat tempat duduk masing-masing di meja pojok yang dinaungi payung besar. Remang-remang dan terkesan romantis.
"Kalian mau nonton film apa?” tanya Baskara. "Belum ditentukan. Maunya pilih yang terbaik, baru mau beli tiketnya. Kalau nggak ada yang menarik, ya sekadar nongkrong dan ngobrol saja. Tapi belum masuk gedung bioskop, dompet saya nggak ada,” jawab Lili berinisiatif. "Lain kali hati-hati.” "Iya, deh.”
Pelayan mendatangi mereka. Masing-masing memesan minuman kesukaannya. Baskara dan Lili ternyata sama-sama memesan lemon tea dan kentang goreng. Sebuah ndilalah atau kebetulan yang lain, jika mereka punya selera yang sama. Zaliany lebih suka soda gembira dan beefsteak. Kali ini Zaliany mencoba tak aktif dan banyak diam, agar kakak dan sahabatnya makin akrab. Sampai pesanan sudah diantarkan dan mulai dinikmati, Zaliany masih miskin bicara, tidak seperti biasanya. Dia asyik dengan santapannya. Baskara tahu maksud adiknya. Dia pun mencoba memberanikan diri untuk aktif. Meski hatinya tetap bergetar, tapi kini lebih menguasai diri. Ketenangan dan kedewasaannya muncul.
"Lili suka lemon tea juga, ya? "Sebenarnya suka teh, karena tradisi di keluarga. Tapi pakai lemon asyik juga.” "Oh, sama. Aku juga maniak teh.” "Kalau mau, kapan-kapan saya bawakan teh hijau. Asli dari Cina. Saudara Papah yang mengirimkannya.” "Oh, mau sekali dan terima kasih,” jawab Baskara, tampak wajahnya sangat gembira dan berbunga-bunga. Tawaran menyenangkan yang tak mungkin dia tolak.
0 Comments:
Post a Comment