Sebuah cuplikan buku mengenai Stanley Ann Dunham, ibu Presiden Amerika Serikat Barack Obama, sangat mengejutkan. Dalam buku itu terdapat sebuah dialog Barack Obama dengan ayah tirinya, Lolo Soetoro, yang menunjukkan keinginan Obama kecil saat itu untuk menjadi Perdana Menteri Indonesia.
Dialog Barry (nama kecil Obama) dengan Lolo diceritakan kembali oleh Saman, seorang pengasuh di kediaman Obama di Menteng Dalam, Jakarta. "Kamu ingin jadi apa saat besar nanti?" Lolo bertanya pada Barry, seperti diceritakan kembali oleh Saman.
"Oh, perdana menteri", Barry menjawab pertanyaan itu.
Barry kecil menduga dia akan tinggal selamanya di Indonesia sehingga dia sudah memikirkan masa depannya di negeri ayah tirinya ini. Namun belakangan, karena peduli pendidikan Barry, Ann Dunham mengirim Obama ke Hawaii di usia 10 tahun, dan di sinilah Barry justru meletakkan visinya untuk menjadi Presiden Amerika Serikat.
Cerita ini muncul dalam buku 'A Singular Woman: The Untold Story of Barack Obama's Mother' yang ditulis wartawan New York Times, Janny Scott. New York Magazine kemudian menurunkan laporan serial mengenai sari buku ini.
Meski berfokus pada Ann Dunham yang wafat pada 1995 lalu, buku ini menyinggung soal masa kecil Obama di Indonesia, termasuk pandangan yang membentuknya sebagai seseorang yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44.
Di buku ini pula tersebut kisah Barry yang berkulit hitam dan keriting mengalami perlakuan rasial saat kecil di Indonesia. Namun justru, pengalaman ini membuat Barry menjadi seseorang yang kalem dan sabar.
Scott menulis, "Orang Jawa, khususnya Jawa Tengah, menaruh perhatian khusus pada pengendalian diri... Pengendalian diri ditanamkan melalui budaya menggoda, kata Kay Ikranagara kepada saya. Suaminya, Ikranagara, menyatakan, "Orang menggoda orang lain karena warna kulit sepanjang waktu". Jika seorang anak kecil membiarkan godaan itu mengganggunya, dia akan digoda lagi.
Jika dia tak acuhkan, godaan akan berhenti. "Duta Besar kami mengatakan ini yang menyebabkan Barry belajar menjadi kalem," kata Kay. "Jika kamu marah dan bereaksi, kamu kalah. Jika kamu belajar tertawa dan tak mempedulikannya, kamu menang".
Dialog Barry (nama kecil Obama) dengan Lolo diceritakan kembali oleh Saman, seorang pengasuh di kediaman Obama di Menteng Dalam, Jakarta. "Kamu ingin jadi apa saat besar nanti?" Lolo bertanya pada Barry, seperti diceritakan kembali oleh Saman.
"Oh, perdana menteri", Barry menjawab pertanyaan itu.
Barry kecil menduga dia akan tinggal selamanya di Indonesia sehingga dia sudah memikirkan masa depannya di negeri ayah tirinya ini. Namun belakangan, karena peduli pendidikan Barry, Ann Dunham mengirim Obama ke Hawaii di usia 10 tahun, dan di sinilah Barry justru meletakkan visinya untuk menjadi Presiden Amerika Serikat.
Cerita ini muncul dalam buku 'A Singular Woman: The Untold Story of Barack Obama's Mother' yang ditulis wartawan New York Times, Janny Scott. New York Magazine kemudian menurunkan laporan serial mengenai sari buku ini.
Meski berfokus pada Ann Dunham yang wafat pada 1995 lalu, buku ini menyinggung soal masa kecil Obama di Indonesia, termasuk pandangan yang membentuknya sebagai seseorang yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke-44.
Di buku ini pula tersebut kisah Barry yang berkulit hitam dan keriting mengalami perlakuan rasial saat kecil di Indonesia. Namun justru, pengalaman ini membuat Barry menjadi seseorang yang kalem dan sabar.
Scott menulis, "Orang Jawa, khususnya Jawa Tengah, menaruh perhatian khusus pada pengendalian diri... Pengendalian diri ditanamkan melalui budaya menggoda, kata Kay Ikranagara kepada saya. Suaminya, Ikranagara, menyatakan, "Orang menggoda orang lain karena warna kulit sepanjang waktu". Jika seorang anak kecil membiarkan godaan itu mengganggunya, dia akan digoda lagi.
Jika dia tak acuhkan, godaan akan berhenti. "Duta Besar kami mengatakan ini yang menyebabkan Barry belajar menjadi kalem," kata Kay. "Jika kamu marah dan bereaksi, kamu kalah. Jika kamu belajar tertawa dan tak mempedulikannya, kamu menang".
0 Comments:
Post a Comment