Siapa yang tidak kenal dengan Gili Trawangan? Ketiga pulau (Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan) di Lombok Barat, NTB, sangat terkenal baik bagi wisatawan lokal ataupun asing. Non-motorised system yang diberlakukan di Gili Trawangan menjadikan pulau ini semakin menarik untuk dikunjungi. Dan bagi penggemar scuba divingdan snorkeling, surga bawah air di sekeliling pulau ini merupakan daya tarik tersendiri.
Kali ini saya akan berbagi cerita mengenai wisata bahari di Pulau Lombok, tapi bukan di Lombok Barat melainkan di ujung lain pulau ini yaitu Lombok Timur. Backpacking kami kali ini adalah di dua pulau kecil (gili) Sulat dan Lawang yang terletak di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur. Berbeda dengan ketiga gili di Lombok Barat, kedua gili ini seolah belum tersentuh oleh komersialisasi dan kehebohan para pengunjung. Justru keindahan yang masih tersembunyi ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi kami.
Beranjak dari kota Mataram pada pukul 7 pagi dengan membawa perlengkapan snorkeling, antusiasme tidak dapat disembunyikan. Bahkan sarapan pun dilakukan di dalam mobil dengan nasi kuning, teri dan telur rebus. Maklum perjalanan menuju dermaga tempat boat yang akan membawa ke Gili Sulat dan Gili Lawang adalah sekitar 2,5 jam. Saya pandangi wajah ketiga teman saya yang masih mengantuk karena kemarin sepulang dari snorkeling di Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air, mereka menyantap durian di pasar Mataram. Ternyata perut mereka belum setahan perut saya orang Indonesia, sehingga satu orang harus berulang kali ke toilet tadi malam sedangkan yang dua orang lagi tidak bisa tidur karena kepanasan.
Begitu mobil mulai meninggalkan kota Mataram, pemandangan hamparan sawah ternyata mampu membuat mata mereka menjadi melek. Dinh tak henti-hentinya menjepretkan DSLR-nya sedangkan Yen sibuk bertanya kepada mbak Dewi dan mas Emon yang hari itu menemani kami. Mbak Dewi adalah seorang dosen di Mataram namun merupakan manusia ‘air’, julukan yang kami berikan karena kecintaannya pada segala sesuatu yang berhubungan dengan air. Sedangkan mas Emon adalah temannya sesama manusia ‘air’ yang hingga saat ini masih aktif sebagai pelatih renang, diving dan snorkeling.
Pagi itu sedikit berkabut setelah semalaman diguyur hujan. Hamparan sawah dengan latar belakang gunung Rinjani dengan puncak tersaput kabut, menampilkan keindahan alam Lombok di sepanjang jalan yang dilewati. Ketika matahari bersinar malu-malu dari balik gumpalan awan, dihatipun membuncah harapan akan hari yang cerah. Minggu pagi ini semakin hidup ketika mobil melewati pasar-pasar tradisional. Hiruk pikuk aktifitas jual beli memberikan keindahan tersendiri untuk dinikmati dikala mobil tersendat kemacetan pasar.
Tak terasa dua setengah jam pun berlalu dan kamipun sampai di tempat boat akan membawa kami ke kedua gili. Terlihat tiga orang pemuda sudah menunggu. Mereka adalah pemuda-pemuda yang dua orang diantaranya adalah atlet diving dan juga mengembangkan wisata bahari di dua Gili ini. Dengan bantuan dana PNPM mereka bisa melengkapi peralatan diving dan snorkeling sehingga bisa disewakan dan dananya digunakan untuk menunjang kegiatan-kegiatan disana.
Boat sederhana tanpa atap telah menanti. Kamipun langsung menaikinya. Perlengkapan snorkeling(fins, masker dan snorkeling) serta life jacket sudah tersedia. Life jacket ini sangat penting bagi saya dan kedua orang teman yang memang tidak bisa berenang. Sementara itu satu kotak air mineral, makan siang dan beberapa butir kelapa juga terlihat sudah ada di boat. Kami memang merencanakan untuk menyantap hidangan siang di Gili Sulat sambil menikmati hutan bakau (mangrove).
Perhentian yang pertama adalah diantara Gili Sulat dan Gili Lawang. Disini airnya tenang dan arusnya tidak kuat. Banyak terdapat ikan kecil beraneka warna dan terumbu karang. Kamipun tidak sabar menceburkan diri kedalam air, keindahan bawah air memang sungguh menawan. Sayang sekali kami tidak bisa mengabadikan keindahan bawah laut ini karena ketiadaan kamera bawah air. Setelah sekitar setengah jam berada di spot itu, boat pun berpindah kearah Gili Sulat dengan harapan bisa melihat ikan yang lebih banyak. Namun sepertinya kami kurang beruntung, sehingga yang terlihat hanyalah terumbu karang. Walaupun begitu, semangat bersnorkling tetap tidak pudar, maklum baru bisa ber-snorkeling-ria….he-he-he.
Tak terasa hari sudah menunjukkan pukul 12 siang dan perut pun sudah mulai keroncongan. Satu persatu pun menaiki boat yang kemudian menuju ke dermaga di Gili Sulat. Dermaga ini dibuat oleh departmen perikanan setempat yang bisa digunakan untuk tempat singgah dan beristirahat. Jalanan dari dermaga kedalam pulau adalah dari kayu dengan kiri kanan adalah tumbuhan mangrove. Sungguh pemandangan yang eksotis dan menenangkan.
Sambil menenteng bekal, tak henti-hentinya kamera dijepretkan dan sekali-kali bergaya dengan latar keindahan Gili Sulat. Panjang jalan ini sekitar 200 meter kedalam pulau. Perhentian adalah di tengah pulau dan bekal pun diturunkan. Sambil menikmati keindahan hutan mangrove, bekalpun mulai disantap. Air jernih disekitar hutan mangrove ini memantulkan bayangan kami dan kelebatan hutan. Sedikit-sedikit sinar matahari mencoba mengelus kulit.
Bekal dimulai dari ‘bantal’, istilahnya mbak Dewi untuk makanan Lombok yang terbuat dari ketan dengan isi pisang. Penganan ini dibungkus dengan daun kelapa yang dibentuk seperti ketupat. Sementara ini, Andri dan Deni, menyiapkan minuman berupa kelapa muda. Ternyata gabungan antara ‘bantal’ dengan air kelapa muda mampu mengganjal perut sehingga kami menunda makan siang. Selain masih kenyang, juga takut kalau kebanyakan makan akan berakibat kram pada saat ber-snorkelingnantinya.
Sambil berusaha mengais daging kelapa muda dengan menggunakan ’sendok’ dari kulit luar kelapa, acara jeprat jepret masih terus berlangsung. Bahkan Dinh dan Yen memanjat pohon mangrove untuk mendapat pose yang keren. Perut kenyang dengan suasana alami membuat mata mengantuk, apalagi tingkah suara satwa ibarat musik yang meninabobokan.
Hati dan pikiran seolah bekerja sama untuk menolak beranjak dari keindahan dan ketenangan hutan mangrove ini. Penyakit ‘kuap’ menyebar dengan cepat, seolah memberikan legitimasinya untuk tidak cepat-cepat meninggalkan pesona alam ini. Namun, bayangan akan keindahan laut juga menggoda.
Aaahh… sungguh suatu dilema, antara meninggalkan keindahan hutan mangrove dan membayangkan pesona bawah laut. Suatu pilihan yang sulit...
Akhirnya, setelah mengaso sejenak, kamipun berkemas untuk kembali bersnorkeling. Kali ini spot yang diambil adalah di depan Gili Sulat namun agak sedikit ke tengah. Dan satu persatu kami pun kembali menceburkan diri kedalam air. Kali ini kami beruntung, beragam ikan dari besar dan kecil terlihat bersileweran dimana-mana. Terumbu karang berwarna-warni menambah keindahan alam bawah air ini. Matahari yang semakin terik tidak menghentikan keasyikan menikmati pesona bawah laut ini, begitu juga ketika arus sudah mulai terasa kami tetap bergeming.
Pada saat arus semakin kuat, dengan berat hati acara wisata bawah air ini harus diakhiri. Waktu seakan berlari, padahal kami masih ingin berada dibawah air. Tak terasa sudah hampir pukul 3 sore, pestapun usai dan boatpun bergerak menantang arus kembali ke pulau Lombok. Terik mentari nyata membekas dikulit kami, namun dalam hitungan minggu akan hilang kembali. Tapi kenangan keindahan alam laut Gili Sulat dan Gili Lawang beserta keeksotikan hutan mangrovenya akan tetap membekas dihati. Insya Allah suatu saat kami akan kembali…
0 Comments:
Post a Comment