Hoffman dalam konferensi Web 2.0 di San Fransisco, menjelaskan bahwa Web 3.0 berbicara masalah data. ''Web 1.0 terdiri dari file. Pengguna bisa mengoperasikannya dengan nama samaran di ruang chatting. Kemudian muncul Web 2.0 yang merupakan komunitas pengguna, dengan memanfaatkan nama asli mereka. Nah platform Web 3.0 yang dipakai di ponsel berdasarkan data,'' kata Hoffman dalam wawancara dengan AllThingsD.
LinkedIn yang mengajukam IPO bulan Januari lalu, telah memiliki lebih dari 100 juta pengguna. Bulan ini, situs tersebut meluncurkan situs berita LinkedIn Today, LinkedIn Skills, LinkedIn Maps, sekaligus memperbarui aplikasi LinkedIn iOs dengan fokus berita baru.
Dengan situasi semacam itu, maka LinkedIn mengambil akumulasi menyimpan data untuk ditambang, dan dikembalikan lagi ke pengguna.
Lebih lanjut Hoffman mengatakan, banyak pengguna yang menginginkan data terbuka yang bisa dibagi secara bebas. Namun Hoffman mengakui menyangkut masalah data sangatlah berbahaya. ''Ada data tertentu yang cukup berbahaya,'' tegasnya.
Bahkan sekarang ini banyak penawaran yang bisa mengetahui nomor kartu kredit berikut password. Beberapa perusahaan pun kini mulai mendesak agar adanya data yang benar-benar terbuka.
Dengan kata lain saat Web 3.0 ini nantinya dijalankan, para pengguna pun harus memiliki sikap siaga. Sebab di sinilah data yang menjadi platform untuk ditambang, dan disebarluaskan.
Selama ini data yang terbilang cukup terbuka tentang informasi jenis film. Pada umumnya masyarakat dengan cepat menyebarkan informasi tentang film kepada kelompoknya.
Hoffman mengakhiri perbincangan dengan menekankan bahwa saat ini ada permintaan data tentang jenis kelamin. ''Namun LinkedIn tidak melakukannya. Pada prinsipnya, orang meminta data apabila dirasa data itu bisa memberi manfaat bagi pengguna,'' pungkasnya.
0 Comments:
Post a Comment